Autis: Definisi, Penyebab, Gejala, Deteksi, Masalah Kesehatan, dan Penatalaksanaannya

Autis: Definisi, Penyebab, Gejala, Deteksi, Masalah Kesehatan, dan Penatalaksanaannya


Anak Autis
Credit: commons(dot)wikimedia(dot)org


Jumlah anak yang terkena autis semakin meningkat pesat di berbagai belahan dunia. Angka kejadian autis di seluruh dunia diperkirakan antara 6,5–6,6 per 1000 anak (Myers, et al., 2007). Sejak tahun 1980, terjadi peningkatan sampai 40% di Kanada dan Jepang. Autis juga terjadi pada 6.000-15.000 anak di bawah usia 15 tahun di Amerika Serikat.

Menurut The Center for Disease Control (CDC) dan Prevention Autism and Developmental Disabilities Monitoring (ADDM) jumlah penderita autis di Amerika Serikat pada akhir tahun 2009 ditemukan 1:110 pada anak usia delapan tahun didiagnosa dengan autisme (Lottatore-French, 2010). Saat ini di Indonesia belum diketahui jumlah pasti penyandang autis, namun diperkirakan lebih dari 400.000 anak. (Kelana & Larasati, 2007). Perbandingan anak penderita autis antara laki-laki dan perempuan adalah 2,6-4:1 (Judarwanto, 2006).

Autis dapat mempengaruhi semua aspek kehidupan anak, seperti aktivitas sehari-hari di rumah maupun di sekolah. Seluruh anggota keluarga penderita autis juga harus beradaptasi dengan keadaan anak autis tersebut. (Myers, 2007).

Penelitian yang dilakukan Bilgin dan Kucuk (2010) menunjukkan tingginya tingkat stres orangtua yang memiliki anak autis dibandingkan dengan orangtua yang tidak memiliki anak autis. Ibu merasa hidupnya dalam keadaan stres dan mempunyai beban yang berat karena perilaku autis yang dialami anaknya, harapan dan peran di masa depan dan kompleksitas perawatan anak autis di rumah

Definisi Autis


Autis adalah suatu kecacatan perkembangan yang kompleks, sering kali tampak pada usia tiga tahun pertama (Galinat, et al, 2005). Hal ini senada dengan pernyataan Schieve, et al (2007) yang mendefinisikan autis sebagai gangguan perkembangan saraf yang muncul di usia awal kehidupan (sebelum usia 3 tahun) dengan karakteristik kelemahan yang sangat berarti dalam interaksi sosial, komunikasi, dan perilaku.

Pendapat lain menyatakan bahwa autis adalah penyakit dialami seumur hidup, yang tidak jelas penyebabnya, karena itu pengobatannya tidak diketahui dengan pasti (Elder & D’Alessandro, 2009). Selain itu, Phetrasuwan (2009) menjelaskan bahwa Autism Spektrum Disorders (ASD) merupakan sekelompok penyakit yang sangat erat kaitannya dengan gangguan neurobiologi.

Muncul sebelum usia 3 tahun dengan karakteristik adanya hambatan dalam interaksi sosial, keterlambatan yang berat dalam komunikasi dan kemampuan bermain secara imaginatif serta adanya perilaku stereotip pada minat dan aktivitas. Jadi autis adalah gangguan perkembangan syaraf yang ditandai dengan adanya hambatan dalam interaksi sosial, bicara dan bahasa serta perilaku yang khas, tampak sebelum anak berusia 3 (tiga) tahun, yang memerlukan penanganan seumur hidup anak dan menimbulkan dampak pada anggota keluarga yang lain.

Penyebab Autis


Hingga saat ini penyebabnya belum diketahui secara pasti. Suryana (2004) mengatakan autis dapat disebabkan oleh faktor genetik, yang meliputi gangguan pada kromosom 7 dan kromosom 15; faktor prenatal, intranatal, dan postnatal; gangguan interpretasi sensori dan faktor makanan.

Judarwanto (2006) menjelaskan bahwa penyebab autis belum diketahui secara pasti. Diduga autis disebabkan oleh multifaktorial, seperti gangguan biokimia, gangguan psikiatri/jiwa, kombinasi makanan yang salah atau lingkungan yang terkontaminasi zat-zat beracun yang menyebabkan kerusakan pada usus besar sehingga timbul masalah dalam tingkah laku dan fisik termasuk autis.

Gejala Autis


Menurut Phetrasuwan (2009) ada 3 (tiga) masalah utama dalam gangguan perkembangan yang dialami oleh anak dengan Autistic Disorder, yaitu:

- Gangguan interaksi sosial (seperti gangguan perilaku non verbal, kurangnya hubungan dengan teman sebaya, kesulitan dalam berbagi kesenangan dan minat dengan orang lain) dan kurangnya hubungan timbal balik dalam hal emosional dan sosial.

- Keterlambatan yang cukup parah dan kurangnya keterampilan komunikasi bahasa, gangguan kemampuan untuk memulai dan mempertahankan komunikasi dengan orang lain, menggunakan bahasa yang berulang-ulang, dan ketidaksesuaian dalam bermain imitasi sosial.

- Pola perilaku, minat dan aktivitas yang khas dan berulang

Karakteristik yang sering tampak pada anak dengan autis menurut Elder & D’Alessandro (2009) adalah keterlambatan bahasa dan bicara; gangguan yang berkaitan dengan sosialisasi serta perilaku atau rutinitas yang terbatas dan khas.

Pola bicara yang aneh; mengulang kata atau kalimat (Echolalia/scripting); menggunakan kata-kata yang tidak masuk akal dan berbicara dengan suara yang monoton juga sering menyertai anak autis. Gejala yang berkaitan dengan gangguan sosialisasi meliputi kontak mata kurang, memandang orang lain dari samping; mengabaikan atau menghindari kontak sosial serta ketidakmampuan melakukan empati
atau melihat dari perspektif orang lain.

Sementara gejala perilaku atau rutinitas yang khas dan terbatas meliputi anak tampak kaku, rutinitas sangat terstruktur; anak mengalami distres akibat adanya perubahan jadwal atau rutinitas; anak tampak asyik dengan hal-hal yang sama; pergerakan tubuh yang berulang seperti mondar-mandir, bertepuk tangan, menjentikkan jari, bergoyang-goyang, dan memukul dirinya sendiri serta kadang-kadang menangis dan berguling-guling tanpa sebab (tempertantrum).

Sering kali anak tidak sensitif terhadap nyeri dan suhu; perilaku impulsif dan keterbatasan kesadaran akan rasa aman; kedekatan yang tidak biasa terhadap benda-benda mati seperti mainan, tali atau benang, atau benda yang bergoyang-goyang. Anak juga dapat berespon secara abnormal terhadap sensasi (suara, cahaya, sentuhan); kadang-kadang seperti tidak mendengar, tetapi sebaliknya kadang-kadang hipersensitif terhadap suara; serta mengalami ketakutan dan reaksi yang tidak biasa (terhadap anjing, tangisan bayi atau suara orang batuk).

Deteksi Autis


Ada beberapa alat screening yang saat ini telah berkembang dan dapat digunakan untuk mendiagnosa autis yaitu:

Childhood Autism Rating Scale (CARS), The Checklist for Autism in Toddlers (CHAT), Modified Cheklist for Autism in Toddlers (M-CHAT), The Autism Screening Questionaire / Social Communication Questionaire (SCQ), The Screening Test for Autism in Two-Years Old, Pervasive Developmental Disorders Screening Test (PPDST), The Developmental Behaviour Checklist-Early Screen (DBC-ES) serta Early Screening of Autistic Traits (ESAT) (Eaves, 2004, Wong et al, 2004, Gray et al, 2008)

Masalah Kesehatan pada Anak Autis


Scarpinato, et al (2010) menyatakan bahwa masalah kesehatan yang sering dialami anak autis adalah kejang, gangguan tidur, gangguan saluran cerna dan gangguan psikiatri. Kejang sering kali berkaitan dengan epilepsi, dialami oleh sekitar 11-39% anak autis. Kejang ini terjadi puncaknya pada usia 2 tahun sampai sebelum usia 5 tahun, dan sekali pada masa remaja. Sedangkan gangguan tidur dialami oleh 44-83% anak autis dengan gejala sulit tidur, bangun lebih cepat, kurangnya rutinitas tidur dan pola tidur-bangun yang tidak teratur.

Sementara gangguan saluran cerna yang sering terjadi adalah diare, konstipasi, nyeri abdomen kronik, dan sensitif terhadap makanan. Gejala gangguan mood, agresif, fobia, perilaku obsesif konvulsif, depresi dan ADHD sering kali
menandai adanya gangguan psikiatri pada anak autis.

Penelitian yang dilakukan oleh The Center for Disease Control dan Prevention’s of Autism and Developmental Disabilities Monitoring, menunjukkan bahwa terdapat 62% dari anak penderita autis mengalami disabilitas atau epilepsi. Dari angka tersebut, 68% mengalami retardasi mental dan/atau gangguan intelektual, 8% mengalami epilepsi, 5% mengalami cerebral palsy, dan mengalami gangguan penglihatan serta ketulian masing-masing 1%.

Kira-kira 25% anak penderita autis juga mengalami Attention Defisit and Hyperactive Disorder (ADHD). Gangguan mental seperti kecemasan dan depresi juga sering terjadi (Lottatore-French, 2010)

Penatalaksanaan pada Anak Autis


Menurut Myers (2007), tujuan penanganan pada anak autis adalah memaksimalkan tingkat kemandirian fungsional dan kualitas hidup anak dengan meminimalkan gejala, memfasilitasi perkembangan dan proses belajar anak, mengembangkan sosialisasi, mengurangi perilaku maladaptif serta mendidik dan mendukung keluarganya.

Peran perawat profesional dalam penanganan anak autis adalah mengenali gejala autis, melaksanakan rujukan untuk evaluasi diagnostik, melakukan penyelidikan terhadap penyebab, memberikan konseling genetik, mendidik pengasuh anak (termasuk orangtua) tentang autis, perawatan dan penanganannya.

Beberapa program penanganan pada anak autis antara lain adalah :

Intervensi Pendidikan pada Anak Autis


Pendidikan di sini didefinisikan sebagai kegiatan untuk membantu pencapaian keterampilan dan pengetahuan anak autis agar mereka dapat mengembangkan kemandirian dan tanggung jawab pribadi. Program ini tidak hanya melalui pembelajaran secara akademis, tetapi juga melalui sosialisasi, keterampilan adaptif, komunikasi, memperbaiki perilaku yang terganggu, dan memperkenalkan anak pada lingkungan umum (Myers, 2007)

Applied Behavioral Analysis (ABA) pada Anak Autis


Metode ini digunakan untuk meningkatkan dan mempertahankan perilaku adaptif yang diinginkan, mengurangi perilaku maladaptif atau mengurangi kondisi yang memungkinkan itu terjadi, mengajarkan perilaku, lingkungan atau situasi yang baru (Myers, 2007). Metode ini juga digunakan untuk membentuk perilaku positif pada anak autis, dikenal dengan metode Lovaas (Ratnadewi, 2008)

Terapi Bahasa dan Bicara pada Anak Autis


Tujuan terapi ini adalah agar anak autis dapat melancarkan otot-otot mulutnya sehingga mereka dapat berbicara lebih baik (Suryana, 2004). Anak autis lebih mudah belajar dengan melihat (visual learners / visual thinkers). Beberapa video games bisa juga dipakai untuk mengembangkan keterampilan komunikasi (Myers, 2007).

Tetapi Okupasi pada Anak Autis


Hampir semua anak autis mempunyai keterlambatan dalam perkembangan motorik halus. Terapi okupasi dilakukan untuk melatih otot-otot halusnya dengan benar. Terapi ini juga membantu menguatkan, memperbaiki koordinasi dan keterampilan ototnya. (Suryana, 2004).

Terapi Fisik pada Anak Autis


Autis adalah suatu gangguan perkembangan pervasif. Fisioterapi dan terapi integrasi sensoris membantu anak autis memperkuat otot-ototnya dan memperbaiki keseimbangan tubuhnya. Hal ini disebabkan karena banyak penderita autis mempunyai gangguan perkembangan dalam motorik kasar. Kadang-kadang tonus ototnya lembek sehingga jalannya kurang kuat. Keseimbangan tubuhnya kurang bagus.

Terapi Sosial pada Anak Autis


Masalah yang paling mendasar pada anak autis adalah dalam bidang komunikasi dan interaksi. Mereka membutuhkan pertolongan dalam keterampilan berkomunikasi 2 arah, membuat teman dan main bersama di tempat bermain. Program ini bertujuan untuk memperkenalkan perilaku sosial pada anak autis, meminimalkan perilaku yang stereotip, dan membentuk keterampilan perilaku yang baru (Myers, 2007).

Terapi Integrasi Sensori pada Anak Autis


Bertujuan untuk meningkatkan kematangan susunan saraf pusat, sehingga anak mampu meningkatkan kapasitas belajarnya. Dengan aktivitas fisik yang terarah, diharapkan dapat menimbulkan respon yang adaptif, sehingga efisiensi otak makin meningkat.

Terapi Bermain pada Anak Autis


Bermain dengan teman sebaya berguna untuk belajar bicara, komunikasi dan interaksi sosial. Seorang terapis bermain bisa membantu anak dalam hal ini dengan teknik-teknik tertentu. Terapi ini merupakan terapi psikologis pada anak, dengan menggunakan alat permainan sebagai sarana untuk mencapai tujuan (Ratnadewi, 2008).

Terapi Biomedik pada Anak Autis


Tujuan terapi ini adalah untuk memperbaiki metabolisme tubuh melalui diet dan pemberian suplemen (Ratnadewi, 2008).


PULSA GRATIS!!!

Kamu punya blog atau punya akses untuk mengelola blog milik instansi tertentu (dinas, puskesmas, RS, universitas, dll)?
dan kamu mau PULSA GRATIS?

Buat artikel yang terkait dg artikel ini atau artikel lain di blog ini, lalu cantumkan URL artikelnya pada artikel kamu sebagai tambahan bacaan. Artikelnya gak perlu panjang-panjang kok, minimal 200 kata sudah boleh. Kalo kamu ada artikel lama yang tinggal diedit untuk ditambahkan URL artikel kami, itu lebih bagus lagi ^_^

Setelah kamu ada artikelnya, beritahu kami dengan cara kirim pesan kepada kami langsung dari menu "Hubungi kami" yang berisi nama kamu, nomor HP, dan URL artikel yang kamu buat.

Kami akan menyeleksi peserta yang memenuhi syarat lalu secara acak akan memilih peserta yang beruntung setiap bulannya untuk mendapatkan pulsa gratis sebesar Rp 20.000,-

Yuk, ikutan! kapan lagi bisa dapat pulsa gratis dengan mudah, hehe :D

Untuk mengirim pesan dan jika ada pertanyaan, hubungi kami disini >> http://www.sainsphd.com/p/hubungi-kami.html

Title : Autis: Definisi, Penyebab, Gejala, Deteksi, Masalah Kesehatan, dan Penatalaksanaannya
URL : https://sains-phd.blogspot.com/2017/08/autis.html

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »