Tourette Syndrome adalah Sejenis Gangguan Neuropsikiatrik

Tourette Syndrome adalah Sejenis Gangguan Neuropsikiatrik


Neurolog pengidentifikasi Tourette Syndrome
Credit: commons(dot)wikimedia(dot)org (modifikasi)

Apa itu Tourette Syndrome?


Gambar di atas adalah Georges Albert Édouard Brutus Gilles de la Tourette, seorang dokter sekaligus neurolog asal Perancis yang menerbitkan catatan tentang sembilan pasien yang mengidap sindrom Tourette pada tahun 1885. Sindrom Tourette ini memang dinamai sesuai namanya.

Tourette syndrome adalah gangguan neuropsikiatrik yang ditandai dengan adanya gerakan atau tindakan yang sifatnya ganda, singkat, berulang, dan tidak berirama yang biasa disebut tik. Kelainan tik ini dapat bervariasi dalam hal frekuensinya, namun biasanya bertahan selama lebih dari satu tahun. Kriteria diagnostik formal untuk tourette syndrome ini dapat ditemukan pada Buku Panduan Diagnostic and Statistical Manual (DSM) dari American Psychiatric Association (APA) (Ferreira, et al., 2014).

Contoh kelainan tik yang muncul antara lain mata yang berkedip, meringis, gerakan pada rahang, gerakan pada leher, gerakan pada bahu, gerakan pada anggota gerak kaki dan tangan, ataupun sekedar tindakan seperti membersihkan tenggorokan (seperti saat kita berkata “ehem”) (Ferreira, et al., 2014).

Banyak kelainan tik sering berada di bawah kontrol yang disadari (volunter) secara parsial, hal ini dibuktikan oleh kemampuan pasien untuk menekannya dalam waktu singkat. Gambaran terkait tik adalah bahwa ia sering dikaitkan dengan adanya dorongan pada kondisi tertentu, dorongan ini dapat menjadi tak tertahankan. (Banaschewski, et al., 2003).

Tik juga sensitif terhadap sejumlah faktor psikososial sehari-hari, seperti kegelisahan, kegembiraan, dan kelelahan (Hoekstra, et al., 2004). Menariknya, kegiatan yang memerlukan perhatian dan kontrol motorik yang ketat, seperti membaca dengan suara keras, memainkan alat musik, berolahraga tertentu (dan bahkan melakukan operasi) umumnya terkait dengan hilangnya tik secara sementara.

Meski banyak berkurang, tik bisa terjadi saat tidur. Studi polisomnografi menunjukkan bahwa gangguan tidur sering merupakan bagian dari gambaran sindrom Tourette  dengan terjadinya penurunan kualitas tidur (Kostanecka-Endress et al., 2003). Komorbiditas yang terkait, terutama ADHD juga cenderung berkontribusi pada terjadinya kesulitan tidur (Ivanenko et al., 2004).

Epidemiologi Tourette Syndrome


Sindrom Tourette telah diselidiki di seluruh dunia dan menunjukkan bahwa sindrom ini tidak berkaitan dengan faktor budaya/kultur. Sindrom Tourette dianggap sebagai kelainan yang sangat langka, diperkirakan bahwa prevalensi sindrom Tourette saat ini adalah sekitar 4 sampai 6 per 1000 anak-anak (Jin et al., 2005).

Studi epidemiologis menunjukkan prevalensi tertinggi dari sindrom Tourette adalah pada populasi yang berusia 3 sampai 5 tahun (usia khas onset untuk sindrom Tourette) dan juga pada populasi yang berusia 9 sampai 12 tahun (saat ketika kelainan tik biasanya mencapai puncaknya paling sering muncul) (Gadow et al., 2002).

Onset sindrom ini terjadi pada masa kanak-kanak sebelum usia 18 tahun sesuai panduan dari WHO dan APA (Cavanna, et al., 2009). Onset memang biasanya terjadi pada masa kanak-kanak, dan anak laki-laki lebih berisiko dibandingkan anak perempuan. Tingkat keparahan gerakan abnormal tik pada anak-anak yang mengalami sindrom tourette biasanya menurun saat masa remaja (Du, et al., 2010).

Tingkat keparahan tik biasanya terjadi pada awal dekade kedua kehidupan (melewati usia 10 tahun). Banyak pasien akan menunjukkan penurunan keparahan yang nyata dari gerakan abnormal tik pada akhir masa remaja (Bloch, et al., 2006).

Hanya sekitar kurang dari 20% dari anak-anak dengan sindrom Tourette yang terus mengalami hal ini pada usia 20 tahun (Bloch et al., 2006). Gangguan tik yang bertahan sampai usia dewasa dapat dikaitkan dengan adanya gejala tindakan kekerasan motorik yang merugikan diri sendiri (seperti memukul atau menggigit).

Etiologi Tourette Syndrome


Penyebab dari sindrom tourette saat ini belum diketahui, namun ia dapat dikaitkan dengan adanya gangguan pada jalur striatalthalamic-kortikal (mesolimbik), yang menyebabkan disinhibisi motor dan sistem limbik. Sindrom Tourette dianggap sebagai kelainan yang dominan autosomal, secara genetik lebih pada kromosom tubuh (autosom) bukan kromosom seks (gonosom) - namun pola pewarisannya mungkin bisa lebih kompleks dari yang diperkirakan (Ferreira, et al., 2014).

Meskipun bukti mendukung adanya peran penting dopamine, keterlibatan norepinephrine  dan faktor pelepas kortikotropin juga diduga ikut berperan karena pasien sering melaporkan bahwa gerakan abnormal tik muncul lebih parah selama periode stres. Selain itu, terganggunya proses diferensiasi seksual yang dependen terhadap androgen pada masa prenatal juga berkontribusi pada perkembangan tik ini, hal diduga karena gangguan tik yang terjadi pada wanita dikaitkan dengan karakter maskulin yang cenderung dimiliki (Ferreira, et al., 2014).

Bukti substansial menunjukkan bahwa faktor lingkungan dan genetik berkontribusi terhadap perkembangan dari sindrom Tourette. Meskipun penelitian genetik tentang sindrom Tourette adalah hal yang biasa, studi tentang faktor lingkungan masih relatif sedikit. Studi terbaru menemukan bahwa setidaknya beberapa kasus sindrom Tourette juga dimediasi oleh imun. Kontribusi faktor psikososial, seperti lokus kontrol, juga dicurigai berperan dalam kejadian sindrom Tourette ini (Cohen, et al., 2008).

Komorbiditas pada Tourette Syndrome


Sindrom Tourette sering disertai gangguan lain pada sekitar 90% dari semua kasus. Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) dan Obsessive-Compulsive Disorder (OCD) merupakan kelainan yang paling umum menyertai sindrom Tourette. Pasien dengan OCD memiliki ciri klinis yang berbeda. Selain itu, beberapa komorbiditas tambahan lain juga dapat terjadi, antara lain seperti kegelisahan, gangguan mood, gangguan tidur, ketidakmampuan untuk belajar, dan gangguan perilaku juga sangat lazim muncul pada sindrom Tourette (Robertson, 2006).

Terjadinya sindrom Tourette dan ADHD secara bersamaan dikaitkan dengan adanya perilaku yang mengganggu seperti agresi, perilaku eksplosif, toleransi terhadap rasa frustrasi rendah, dan ketidakpatuhan (Snider, et al., 2002). Ketika ADHD terjadi sebagai komorbid dari sindrom Tourette, ia juga sering dikaitkan dengan kesulitan dalam hal akademis, penolakan oleh teman sebaya, dan konflik dalam keluarga (Hoekstra, et al., 2004).

Anak dengan ADHD - Tourette Syndrome sering disertai ADHD
Anak dengan ADHD - Tourette Syndrome sering disertai ADHD
Credit: media(dot)defense(dot)gov


Sekitar 50% pasien sindrom Tourette memiliki gejala obsesif-kompulsif yang menonjol. Kelainan yang biasa disebut OCD ini jauh lebih sering terjadi pada anak-anak dan orang dewasa yang menderita sindrom Tourette. Analisis pola keturunan dalam keluarga menunjukkan bahwa OCD dan sindorm Tourette berbagi beberapa kerentanan genetika yang sama (Pauls, 2003).

Diagnosis Diferensial dari Tourette Syndrome


Sejumlah kondisi juga bisa memunculkan gejala yang menyerupai gejala pada sindrom Tourette. Diagnosis banding sindrom Tourette mencakup antara lain kondisi genetik seperti korea Huntington, penyakit metabolik seperti penyakit Wilson, penyakit struktural seperti pada hemiballismus, proses autoimun post-infeksius seperti korea Sydenham, dan efek samping obat antipsikotik seperti distonia dan akatisia (Swain, et al., 2007).

Penatalaksanaan Tik pada Tourette Syndrome


Intervensi Pendidikan

Dengan dukungan kelompok advokasi seperti Tourette Syndrome Association, peningkatan kesadaran tentang sindrom Tourette pada lingkungan keluarga, pendidik, dan teman sebaya dapat meningkatkan pemahaman dan toleransi yang lebih baik bagi pasien. Kolaborasi aktif dengan sekolah sangat penting untuk memfasilitasi pengelolaan kelas yang tepat dan perencanaan kurikulum yang optimal, karena harus diingat bahwa pasien dengan sindrom Tourette sering kali kesulitan dalam hal akademik (Swain, et al., 2007).

Intervensi Diet dan Gaya Hidup

Stres akut dan kronis dapat memperburuk tik, maka dari itu info tentang dampak stres pada keparahan sindrom Tourette perlu diberikan. Psikoterapi mungkin berguna untuk meningkatkan harga diri, mengatasi ketegangan yang terjadi di lingkungan sosial dan keluarga. (Swain, et al., 2007).

Tidak ada diet spesifik yang diketahui paling sesuai untuk sindrom Tourette. Namun ada saran bahwa konsumsi kafein harus diminimalkan karena bisa memperparah masalah pada beberapa anak. Dampak latihan fisik terhadap gejala tik belum dipelajari secara sistematis, walaupun program olahraga reguler dapat bermanfaat sebagai strategi manajemen stres, dan berkontribusi pada kesejahteraan secara keseluruhan (Swain, et al., 2007).

Terapi Perilaku

Berbagai terapi perilaku telah diterapkan pada sistem pengobatan tik namun dengan hasil yang tidak meyakinkan pada kebanyakan kasus. Meskipun demikian, ada beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa ada jenis terapi perilaku yang cukup menjanjikan yaitu latihan pembalikan kebiasaan (mind-reversal training). Latihan ini melibatkan kesadaran dan respons yang berlawanan. Dengan melibatkan kesadaran, pasien diperintahkan untuk mencoba mengidentifikasi situasi penyebab tik muncul, kapan ia bermula dan situasi yang menekan tik muncul. Setelah diidentifikasi, pasien dilatih untuk memaksa melakukan gerakan yang dapat menekan tik secara volunter (Swain, et al., 2007).

Terapi Perilaku bagi Tourette Syndrome
Terapi Perilaku bagi Tourette Syndrome
Credit: media(dot)defense(dot)gov


Pengobatan Farmakologis

Meskipun tidak ada pengobatan anti-tik yang ideal, beberapa obat telah menunjukkan kemanjurannya (Scahill et al., 2006). Ada dua golongan obat yang digunakan untuk mengatasi atau mengurangi tik pada sindrom Tourette yaitu non-antipsikotik dan antipsikotik, untuk lebih jelasnya lihat tabel di bawah ini.

Golongan non-antipsikotik
Golongan antipsikotik
- Clonidine
- Guanficine
- Pergolide
- Botulinum toxin A

- Haloperidol
- Pimozide
- Risperidone
- Fluphenazine
- Tiapride
- Ziprasidone


PULSA GRATIS!!!

Kamu punya blog atau punya akses untuk mengelola blog milik instansi tertentu (dinas, puskesmas, RS, universitas, dll)?
dan kamu mau PULSA GRATIS?

Buat artikel yang terkait dg artikel ini atau artikel lain di blog ini, lalu cantumkan URL artikelnya pada artikel kamu sebagai tambahan bacaan. Artikelnya gak perlu panjang-panjang kok, minimal 200 kata sudah boleh. Kalo kamu ada artikel lama yang tinggal diedit untuk ditambahkan URL artikel kami, itu lebih bagus lagi ^_^

Setelah kamu ada artikelnya, beritahu kami dengan cara kirim pesan kepada kami langsung dari menu "Hubungi kami" yang berisi nama kamu, nomor HP, dan URL artikel yang kamu buat.

Kami akan menyeleksi peserta yang memenuhi syarat lalu secara acak akan memilih peserta yang beruntung setiap bulannya untuk mendapatkan pulsa gratis sebesar Rp 20.000,-

Yuk, ikutan! kapan lagi bisa dapat pulsa gratis dengan mudah, hehe :D

Untuk mengirim pesan dan jika ada pertanyaan, hubungi kami disini >> http://www.sainsphd.com/p/hubungi-kami.html

Title : Tourette Syndrome adalah Sejenis Gangguan Neuropsikiatrik
URL : https://sains-phd.blogspot.com/2017/09/tourette-syndrome-adalah-ganguan-neuropsikiatrik.html

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »