Perilaku Kekerasan: Definisi,
Faktor Penyebab, Tanda dan Gejala, serta Penatalaksanaan Keperawatannya
Credit: maxpixel(dot)freegreatpicture(dot)com |
► Definisi Perilaku Kekerasan
Perilaku
kekerasan merupakan respon dan perilaku manusia untuk merusak dan berkonotasi
sebagai agresi fisik yang dilakukan seseorang terhadap orang lain atau sesuatu.
Respons ini dipengaruhi oleh penilaian terhadap situasi, penerimaan lingkungan,
kognisi dan komunikasi stres, sehingga apabila lingkungan di interpretasikan
sebagai bermusuhan maka akan berespons bermusuhan dan menyebabkan timbulnya
perilaku agresif kekerasan.
Perilaku
kekerasan juga merupakan mekanisme koping yang paling maladaptif dalam respon
emosional seseorang, karena perilaku kekerasan dapat membahayakan orang, diri
sendiri baik secara fisik, emosional / seksualitas. Perilaku kekerasan terjadi
karena penilaian yang salah terhadap situasi yang diterima oleh seseorang yang menyebabkan
kemarahan, karena perilaku kekerasan merupakan hasil dari marah yang ekstrem
(kemarahan) atau ketakutan (panik) sebagai respon terhadap perasaan terancam
(Stuart & Laraia, 2005).
Jadi
bukan karena disebabkan oleh orang lain maupun lingkungannya, namun disebabkan
karena penilaian yang salah (distorsi kognitif) dari diri pelaku itu sendiri,
karena sebenarnya tidak ada hubungan langsung antara situasi atau kejadian dengan
terjadinya perilaku kekerasan walaupun situasi atau kejadian dapat menyebabkan timbulnya
perasaan takut, memalukan dan ketidakberdayaan (Varcarolis, et al., 2006).
► Faktor dalam Proses Terjadinya Perilaku
Kekerasan
Proses
terjadinya perilaku kekerasan ini dapat diuraikan terlebih dahulu dari proses
terjadinya gangguan jiwa itu sendiri yang di hubungan dengan perilaku
kekerasan. Stuart & Laraia (2005) menggambarkan dua dimensi yang dapat
menjelaskan proses terjadinya gangguan jiwa yaitu meliputi faktor predisposisi
dan faktor presipitasi.
● Faktor Prediposisi pada Perilaku Kekerasan
Faktor
predisposisi yang menjadi penyebab perilaku kekerasan dikaitkan dengan faktor
biologis, psikologis dan sosial budaya (Stuart & Laraia, 2005).
● Faktor Biologis pada Perilaku Kekerasan
Faktor
biologis menjelaskan kondisi yang berpengaruh terhadap perilaku kekerasan.
Faktor biologis yang berpengaruh terhadap munculnya perilaku kekerasan antara
lain gangguan pada sistem limbik, lobus frontal, hipotalamus dan neurotransmitter
(Stuart & Laraia, 2005).
Sistem
limbik adalah area otak yang menjadi pusat dari
kontrol emosi. Sistem limbik berperan sebagai penengah
dari dorongan dasar dan ekspresi dari emosi serta
perilaku, seperti makan, agresivitas,
dan respon seksual. Sistem limbik juga berfungsi untuk proses informasi dan daya
ingat.
Khusus pada area amigdala, salah
satu bagian dari sistem limbik, ia berfungsi
sebagai penengah antara ekspresi takut dan amuk. Pengolahan informasi dari
dan untuk area lain di otak berpengaruh terhadap pengalaman emosi dan perilaku.
Perubahan pada sistem limbik dapat menyebabkan peningkatan atau penurunan
risiko perilaku kekerasan (Stuart & Laraia, 2005).
Menurut
Towsend (2009), lobus frontal terlibat dalam dua fungsi bicara, fungsi pikir
dan kontrol berbagai ekspresi emosi. Kerusakan pada frontal mengakibatkan
gangguan untuk membuat keputusan, perubahan personalitas, masalah dalam membuat
keputusan dan perilaku agresif. Pada klien dengan perilaku kekerasan ditemukan
penurunan fungsi otak di area frontal dan temporal. Dari pemeriksaan gambaran
otak perilaku kekerasan pada klien menunjukkan adanya penurunan metabolisme di
area frontal otak.
Hipotalamus
adalah area yang terdapat pada batang otak. Berfungsi sebagai alarm otak yang
akan mempengaruhi pengeluaran hormon steroid akan menyebabkan terjadinya kekerasan
(Stuart & Laraia, 2005). Hipotalamus akan meningkatkan stimulus untuk
meningkatkan pengeluaran hormon streroid akibat adanya peningkatan stressor
akibat berbagai keadaan misalnya riwayat perilaku kekerasan.
Akibat
dari stimulus berulang sistem respon lebih hebat. Stres akan meningkatkan kadar
steroid yakni hormon yang disekresi oleh kelenjar adrenal, reseptor syaraf
untuk hormon ini menjadi kurang sensitif dalam usaha untuk kompensasi dan
hipotalamus memerintahkan kelenjar pituitary untuk melepaskan steroid.
Neurotransmitter
otak seperti serotonin, dopamin, norephineprin, berhubungan dengan perilaku
kekerasan. Neurotransmitter merupakan zat kimia otak yang mentransmisikan dari
dan ke neuron melewati sinaps, yang menyebabkan komunikasi antar struktur otak.
Peningkatan atau penurunan substansi ini dapat mempengaruhi perilaku kekerasan
(Stuart & Laraia, 2005).
Karakteristik
biologis lain yang berhubungan dengan perilaku kekerasan yaitu riwayat
penggunaan NAPZA. Perilaku agresif dan perilaku kekerasan dipengaruhi oleh
penggunaan alkohol, cocain, amphetamine. Penggunaan NAPZA berdampak pada otak,
mempengaruhi terapi dan perawatan yang diberikan.
Penelitian
menunjukkan bahwa prevalensi perilaku kekerasan 12 kali lebih besar pada
pengguna alkohol dan ketergantungan, serta 16 kali lebih besar pada ketergantungan
obat. Frekuensi dirawat menunjukkan seberapa sering individu dengan perilaku
kekerasan mengalami sekambuhan. (Stuart & Laraia, 2005)
● Faktor Psikologis pada Perilaku Kekerasan
Faktor
psikologis yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan, yaitu kehilangan, penguatan
dan dukungan terhadap perilaku kekerasan, korban kekerasan secara fisik dan
terpapar perilaku kekerasan (Townsend, 2009). Berdasarkan
teori psikologi, terdapat beberapa hal yang dapat berpengaruh terhadap perilaku
kekerasan.
Ada teori psikoanalatik, teori
ini menjelaskan tidak terpenuhinya kepuasan dan rasa nyaman dapat mengakibatkan
tidak berkembangnya ego dan konsep diri yang rendah dengan agresif dan
kekerasan dapat meningkatkan
citra diri klien yang dianggapnya hilang, sedangkan teori pembelajaran adalah
perilaku kekerasan merupakan perilaku yang dipelajari individu yang memiliki pengaruh
biologi terhadap perilaku kekerasan lebih cenderung dipengaruhi oleh peran
eksternal.
Townsend
(2009) menyatakan psikotik dan sifat kepribadian anti sosial, gangguan jiwa
faktor risiko perilaku kekerasan. Faktor psikologis lainnya yang sangat
mempengaruhi perilaku kekerasan adalah kegagalan untuk mengembankan kontrol individu
atau kemampuan menunda terpenuhinya keinginan. Kualitas tersebut dapat
menyebabkan klien yang impulsif, mudah frustrasi, dan rentan terhadap perilaku
agresif (Videbeck, 2008).
Riwayat
kekerasan dapat berupa korban perilaku kekerasan atau terpapar perilaku
kekerasan. Korban perilaku kekerasan artinya mendapat perlakuan kekerasan
seperti dipukul, dicubit, atau dihina. Terpapar perilaku kekerasan yaitu sering
melihat perilaku kekerasan misalnya tontonan televisi dengan kekerasan, orang
tua berkelahi di depan anak, informasi penuh kekerasan. Hal ini membuat
individu belajar bahwa perilaku kekerasan merupakan solusi dalam pemecahan
masalah (Stuart & Laraia, 2005).
● Faktor Sosiokultural dan Spiritual pada Perilaku Kekerasan
Faktor
sosiokultural dan spiritual menjelaskan pengaruh lingkungan sosial, budaya dan
nilai terhadap terjadinya perilaku kekerasan. Faktor sosial adalah aspek yang
dimiliki individu yang terdiri dari konsep diri, hubungan interpersonal, peran
budaya lingkungan dan keluarga sehingga dapat menjalankan fungsinya dalam
masyarakat. Faktor spiritual yaitu nilai atau keyakinan individu terhadap
ekspresi perilaku.
Faktor
sosial budaya lainnya yang sangat mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan
yang berhubungan permasalahan dalam kehidupan yaitu masalah rumah tangga, stres
di tempat kerja, tingginya tingkat pengangguran. Kepercayaan (spiritual), nilai
dan moral mempengaruhi ungkapan marah. Keyakinan akan membantu individu untuk
memilih ekspresi kemarahan yang diperbolehkan.
● Faktor Lingkungan Rumah Sakit pada Perilaku Kekerasan
Perilaku
kekerasan tidak hanya disebabkan aspek biopsikososiospiritual, tetapi dapat
pula disebabkan oleh faktor yang ada di ruang Rumah Sakit. Stuart & Laraia
(2005), menyatakan suatu model yang dapat dikembangkan bagi intervensi perilaku
kekerasan di ruang rawat dengan menyertakan tiga faktor yang saling berhubungan
sebagai penyebab klien berperilaku agresif di ruang rawat psikiatri, yaitu
variabel ruangan, klien, dan petugas.
● Faktor Ruangan pada Perilaku Kekerasan
Berada
pada ruang yang terkunci, terpisah atau terikat, ruangan terlalu padat, tidak
ada istirahat, tidak ada privasi dan kegiatan yang tidak terprogram dapat
memicu terjadinya perilaku kekerasan (Stuart & Laraia, 2005).
● Faktor Klien pada Perilaku Kekerasan
Faktor
ini disebabkan oleh klien lain ketidakmengertian akan tujuan tindakan atau
aturan-aturan ruangan. Situasi dan perasaan orang berada dalam bahaya
(Videbeck, 2008)
● Faktor Petugas pada Perilaku Kekerasan
Ketidaktahuan
akan tujuan tindakan atau aturan-aturan ruangan. staf yang kurang
berpengalaman, aturan ruangan yang tidak jelas, serta masalah interpersonal
antaran klien dan petugas. Uji teori tentang perilaku kekerasan di ruang
psikiatri menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara gaya kepribadian
seseorang dan lingkungan rumah sakit terhadap perilaku kekerasan.
● Faktor Presipitasi pada Perilaku Kekerasan
Faktor
presipitasi merupakan stimulus yang mengubah atau menekan sehingga memunculkan
gejala saat ini. Faktor ini meliputi empat hal yaitu sifat stressor, asal stressor,
waktu stressor yang di alami, dan banyaknya stressor yang dihadapi oleh
seseorang. Asal stressor untuk mengkaji asal stressor, dari internal atau
eksternal. Internal yaitu stressor yang berasal dari internal individu,
sedangkan stressor eksternal yang berasal dari luar individu atau lingkungan
(Stuart & Laraia, 2005).
Sifat
dari stressor yang tergolong komponen biologis misalnya: penyakit kronis atau
kelainan pada otak. Komponen psikologis misalnya: stressor terkait dengan
pertumbuhan dan perkembangan otak. Komponen sosial budaya misalnya: adanya
aturan yang sering bertentangan dengan klien dan kelompok masyarakat. Waktu
atau lamanya terpapar stressor, terkait dengan sejak kapan, sudah berapa lama,
serta berapa kali kejadiannya (Wilkinson, 2007).
► Tanda dan Gejala Perilaku Kekerasan
Menurut
Stuart & Laraia (2005), respon kognitif, psikomotor, sosial dan fisik
perilaku kekerasan yaitu:
● Tanda Kognitif pada Perilaku Kekerasan
Tanda
kognitif ditemui adanya bingung, tidak mampu memecahkan masalah, supresi
pikiran.
● Tanda Perilaku pada Perilaku Kekerasan
Perilaku
yang ditampilkan klien perilaku kekerasan yaitu agitasi motorik berupa bergerak
cepat, tidak mampu duduk tenang, mengepalkan tangan, kata-kata menekan,
memerintahkan, suara keras, kekerasan fisik terhadap diri orang
lain
dan lingkungan.
● Tanda Fisik pada Perilaku Kekerasan
Respons
fisik dari rasa marah dapat ditunjukkan dari adanya ketegangan tubuh, muka
merah dan sorot mata yang tajam, peningkatan nadi, napas, tekanan darah,
tatapan mata tajam dan berkeringat.
► Tindakan Keperawatan Perilaku Kekerasan
Menurut
Stuart dan Laraia (2005), tindakan untuk mencegah dan mengelola perilaku
agresif pada individu dengan perilaku kekerasan berada dalam satu rentang. Strategi
antisipasi yaitu strategi komunikasi, pengelolaan lingkungan, strategi perilaku
dan psikofarmaka, sedangkan strategi pengekangan meliputi manajemen krisis,
pengekangan dan restrain. Strategi
preventif merupakan tindakan untuk mencegah terjadinya perilaku-perilaku
kekerasan. Strategi ini terdiri dari:
● Peningkatan Kesadaran Diri pada Perilaku Kekerasan
Kesadaran
akan keadaan dan kemampuan diri meningkatkan kemampuan perawat untuk
meningkatkan diri secara terapeutik. Penting bagi perawat untuk meningkatkan
penggunaan diri untuk menolong orang lain, perawat perlu mengenali stres
personal yang dapat mempengaruhi kemampuan komunikasi secara terapeutik. Kondisi
seperti bisa dilihat dari kelelahan, kecemasan marah, menghambat untuk memahami
masalah klien dan akan mengurangi energi (Stuart & Laraia, 2005).
● Edukasi Klien pada Perilaku Kekerasan
Tindakan
ini seperti yang dilakukan dalam terapi generalis perilaku kekerasan. Untuk
melatih klien tentang cara komunikasi dan cara mengekspresikan marah secara
tepat merupakan salah satu cara untuk mencegah perilaku agresif. Hal ini yang
dilatih dalam edukasi yaitu membantu klien mengidentifikasi marah, menyampaikan
perasaan marah, melatih ekspresi marah, melatih ekspresi marah pada situasi
riil, mengidentifikasi cara alternatif mengekspresikan marah, konfrontasi
dengan sumber marah (Varcarolis, et al., 2006).
Penelitian
yang dilakukan oleh Keliat (2003) tentang pemberdayaan klien dalam keluarga
dalam perawatan klien skizofrenia dengan perilaku kekerasan, menghasilkan
terapi generalis pada klien dengan perilaku kekerasan. Standar yang dimaksud
yaitu dalam bentuk edukasi kepada klien dan keluarga tentang cara mengontrol
perilaku kekerasan.
Pemberdayaan
Klien Dalam Keluarga dalam Perawatan Klien Skizofrenia dengan Perilaku
Kekerasan (PKPPK), memberi kemampuan melaksanakan empat cara mencegah
terjadinya perilaku kekerasan yaitu dengan cara fisik, sosial, spiritual dan
patuh obat.
Menurut
Kaplan & Saddock (2005), pencegahan perilaku kekerasan dengan cara fisik
merupakan pengetahuan dan kegiatan untuk klien tentang pencegahan perilaku
kekerasan secara fisik yaitu berupa nafas dalam, memukul kasur dan bantal.
Pencegahan perilaku kekerasan dengan cara sosial yaitu pengetahuan dan kegiatan
klien tentang pencegahan perilaku kekerasan secara sosial yang ditampilkan
berupa cara meminta dan menolak permintaan orang lain dengan baik.
Kamu punya blog atau punya akses untuk mengelola blog milik instansi tertentu (dinas, puskesmas, RS, universitas, dll)?
dan kamu mau PULSA GRATIS?
Buat artikel yang terkait dg artikel ini atau artikel lain di blog ini, lalu cantumkan URL artikelnya pada artikel kamu sebagai tambahan bacaan. Artikelnya gak perlu panjang-panjang kok, minimal 200 kata sudah boleh. Kalo kamu ada artikel lama yang tinggal diedit untuk ditambahkan URL artikel kami, itu lebih bagus lagi ^_^
Setelah kamu ada artikelnya, beritahu kami dengan cara kirim pesan kepada kami langsung dari menu "Hubungi kami" yang berisi nama kamu, nomor HP, dan URL artikel yang kamu buat.
Kami akan menyeleksi peserta yang memenuhi syarat lalu secara acak akan memilih peserta yang beruntung setiap bulannya untuk mendapatkan pulsa gratis sebesar Rp 20.000,-
Yuk, ikutan! kapan lagi bisa dapat pulsa gratis dengan mudah, hehe :D
Untuk mengirim pesan dan jika ada pertanyaan, hubungi kami disini >> http://www.sainsphd.com/p/hubungi-kami.html
Title : Perilaku Kekerasan: Definisi, Faktor Penyebab, Tanda dan Gejala, serta Penatalaksanaan Keperawatannya
URL : https://sains-phd.blogspot.com/2017/09/perilaku-kekerasan-gangguan-jiwa.html
dan kamu mau PULSA GRATIS?
Buat artikel yang terkait dg artikel ini atau artikel lain di blog ini, lalu cantumkan URL artikelnya pada artikel kamu sebagai tambahan bacaan. Artikelnya gak perlu panjang-panjang kok, minimal 200 kata sudah boleh. Kalo kamu ada artikel lama yang tinggal diedit untuk ditambahkan URL artikel kami, itu lebih bagus lagi ^_^
Setelah kamu ada artikelnya, beritahu kami dengan cara kirim pesan kepada kami langsung dari menu "Hubungi kami" yang berisi nama kamu, nomor HP, dan URL artikel yang kamu buat.
Kami akan menyeleksi peserta yang memenuhi syarat lalu secara acak akan memilih peserta yang beruntung setiap bulannya untuk mendapatkan pulsa gratis sebesar Rp 20.000,-
Yuk, ikutan! kapan lagi bisa dapat pulsa gratis dengan mudah, hehe :D
Untuk mengirim pesan dan jika ada pertanyaan, hubungi kami disini >> http://www.sainsphd.com/p/hubungi-kami.html
Title : Perilaku Kekerasan: Definisi, Faktor Penyebab, Tanda dan Gejala, serta Penatalaksanaan Keperawatannya
URL : https://sains-phd.blogspot.com/2017/09/perilaku-kekerasan-gangguan-jiwa.html