Stroke: Definisi,
Patofisiologi, Diagnosa, Gejala, dan Penatalaksanaan
Credit: Stroke Diagram | by ConstructionDealMkting - flickr |
► Definisi Stroke
Stroke
merupakan suatu sindrom klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi otak
secara fokal atau global yang dapat menimbulkan kematian atau kelainan yang
menetap lebih dari 24 jam, tanpa penyebab lain kecuali gangguan vaskular (Mulyatsih, 2007).
Berdasarkan
manifestasi klinis yang terjadi pada pasien, stroke dapat dibagi menjadi dua
tipe utama yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik. Stroke iskemik disebabkan
oleh adanya trombus atau emboli yang menyumbat aliran darah ke otak. Perdarahan
di jaringan otak atau ruang subarachnoid menyebabkan stroke hemoragik. Dari
seluruh kejadian stroke, 83% adalah stroke iskemik dan sisanya 17% stroke
hemoragik (Brownman, 2001).
Namun demikian pemulihan kedua jenis stroke ini tergantung dari banyak faktor antara lain faktor risiko yang dimiliki, ketepatan dan kecepatan penatalaksanaan, penyakit yang memperberat stroke dan perawatan serta pelaksanaan mobilisasi dini untuk mencegah salah satu komplikasi dari tirah baring lama, seperti kontraktur sendi, atrofi otot, pneumonia hipostatik dan terjadinya dekubitus (Brunner & Suddarth, 2002).
Namun demikian pemulihan kedua jenis stroke ini tergantung dari banyak faktor antara lain faktor risiko yang dimiliki, ketepatan dan kecepatan penatalaksanaan, penyakit yang memperberat stroke dan perawatan serta pelaksanaan mobilisasi dini untuk mencegah salah satu komplikasi dari tirah baring lama, seperti kontraktur sendi, atrofi otot, pneumonia hipostatik dan terjadinya dekubitus (Brunner & Suddarth, 2002).
► Patofisiologi Stroke
Beberapa
proses berperan dalam patofisiologi serangan stroke, dimana melibatkan gangguan
oksigenasi otak, proses metabolisme serebral, dan apoptosis. Patofisiologi
stroke iskemik dan stroke hemoragik mempunyai perbedaan. Pada stroke iskemik
dan hemoragik terdapat berbagai faktor yang mengakibatkan kematian sel dan
patofisiologi lainnya berperan terhadap timbulnya gejala serta kemungkinan
perbaikan setelah stroke.
● Stroke Iskemik
Faktor
yang berperan dalam patofisiologi stroke iskemik dapat dibagi atas:
1)
Metabolisme serebral
Otak
manusia membutuhkan glukosa sebanyak 75-100 mg/menit sebagai sumber utama untuk
metabolisme energi. Glukosa di-metabolisme
dalam otak melalui glikolisis dan siklus tricarboxiclic acid. Selama
metabolisme aerob, masing-masing molekul glukosa memproduksi 36 molekul Adenosis
Tri Pospat (ATP), dan hanya 2 molekul ATP beserta asam laktat saat metabolisme
anaerob. Keadaan ini menyebabkan mitokondria tidak mampu menahan kalsium
sehingga terjadi penumpukan kalsium intrasel. Neuron otak membutuhkan asupan
ATP yang konstan untuk mempertahankan integritasnya dan menjaga kation intrasel
utama: ion kalium, serta kation ekstrasel mayor: ion natrium, dan kalsium di
luar sel (Zauner, et al., 2002).
2)
Regulasi aliran darah serebral
Aliran
darah serebral global menggambarkan aliran substansia grisea dan alba pada
orang dewasa muda sehat. Sekitar 50-55 ml/100g otak per menit atau 15-20% total
curah jantung dialirkan ke pembuluh darah otak. Pada kondisi istirahat,
konsumsi oksigen otak, yang biasanya diukur dengan kecepatan metabolisme
oksigen serebral (Cerebral Metabolic Rate O2-CMRO2) berkisar antara 3,3-3,5
ml/100g permenit, atau 45 ml oksigen per menit. Secara keseluruhan pada keadaan
istirahat terdapat 20% total konsumsi
oksigen yang diterima tubuh (Hendrik, 2006).
3)
Proses iskemia serebral
Patofisiologi
iskemia serebral akut terjadi karena proses (a) vaskuler dan hematologi yang
menyebabkan awal penurunan dan perubahan aliran darah serebral lokal, (b)
perubahan kimiawi seluler karena induksi iskemia yang mengakibatkan nekrosis
neuron, glia dan sel penunjang otak lain.
Apabila
cerebral blood flow (CBF) menurun menjadi 20 ml / 100 g otak / menit (40-50%
CBF normal), maka fraksi ekstraksi oksigen menjadi maksimal dan CMRO2 menurun
sehingga fungsi neuron korteks serebral normal terganggu dan aktivitas
elektroenselografi menurun. Apabila CBF turun hingga di bawah 10 ml/100 g otak/
menit (20-30% CBF normal) terjadi kegagalan mekanisme transport seluler dan
sistem neurotransmiter hipoksik-iskemik yang berlangsung lebih dari 3-5 menit
akan menimbulkan depolarisasi anoksik kerena penurunan ATP intraseluler sehingga
terjadi hambatan aktivitas Na+/K+ATPase.
Selain
itu terjadi juga pelepasan sinaptik transmiter glutamat sehingga terjadi
influks Ca2+ melalui reseptor N-methyl-d-aspertate (NMDA) secara langsung. Kegagalan
sistem pompa juga menyebabkan peningkatan konsentrasi Na+ intraseluler yang
menarik air sehingga terjadi edema sitotoksik (Zauner, et al., 2002).
4)
Eksitotoksisitas
Apabila
neuron mengalami iskemia maka terjadi penurunan ATP sehingga neuron menjadi
terpolarisasi, dengan akibat meningkatnya pelepasan transmiter glutamat.
Peningkatan glutamat ekstraseluler akan menyebabkan stimulasi berlebihan
terhadap reseptor glutamat yaitu reseptor
α-amino-3hydroxil-5methyl-4-4isoxazole propionate (AMPA), kainat dan NMDA (Hendrik, 2006).
5)
Apoptosis (kematian sel terprogram)
Selama
iskemia, terjadi peningkatan permeabilitas membran mitokondria sebelah dalam
yang disebut mitocondrial permeability transition (MPT). MPT mempengaruhi
depolarisasi membran, fosforilasi oksidatif, pelepasan ion intramitokondrial
dan pembengkakan. Bila proses yang terjadi sangat hebat maka membran luar akan
rusak, sehingga terjadi pelepasan makromolekul ke dalam sitoplasma. Pelepasan
substansi apoptogenik mengaktifkan kaskade kaspase proteolitik, yang menyebabkan
destruksi protein utama dengan hasil akhir kematian sel (Hendrik, 2006).
6)
Cedera reperfusi dan iskemia serebral
Reperfusi
jaringan iskemia penting untuk mengembalikan fungsi normal. Keberhasilan
pengobatan trombolisis atau rekanalisasi spontan dari pembuluh darah yang
tersumbat mengakibatkan re-oksigenisasi jaringan otak yang mengalami iskemia
tetapi juga mencetuskan pembentukan radikal bebas oksigen dan influks sel-sel
inflamasi yang mengakibatkan destruksi sel yang masih reversibel secara
progresif.
Pada
keadaan normal, endotel pembuluh darah otak merupakan organ yang bersifat anti
adhesif dan anti trombotik. Iskemia yang diikuti reperfusi menginduksi
endotelium sehingga melepaskan molekul adhesi dan faktor-faktor kemotaktik.
Tranformasi ini akan menarik dan mengaktivasi trombosit dan neutropil untuk
menempel pada endotel, neutropil kemudian beremigrasi ke perenkima otak dalam
jumlah yang besar. Aliran darah kapiler mengalami gangguan akibat sumbatan neutropil
ukuran besar, sel-sel neutropil ini juga mensekresi enzim proteolitik dan
sitokin. Lipid pada membran sel dihancurkan oleh fosfolipase A2 (PLA2) sehingga
melepaskan asam aradikonat.
Peningkatan
metabolisme asam aradikonat ini mengakibatkan formasi eikosanoid
proinflamatorik (prostaglandin dan tromboksan) dan leukotrien, dan radikal
bebas oksigen oleh aktivitas enzimatik siklooksigenase-2 (COX-2) dan
lipooksigenase. Radikal bebas dan mediator inflamasi, bersama dengan
prostanoid, berperan dalam kerusakan sawar darah otak, mengakibatkan terjadinya
edema. Edema otak ini sendiri kemudian akan memperberat cedera iskemia melalui peningkatan
tekanan intrakranial akibat kompresi mikrosirkulasi lokal (Sugawara, et al., 2005).
● Stroke Hemoragik
Pada
stroke hemoragik, patofisiologi didasarkan pada proses primer yang kemudian
mengakibatkan perdarahan dan cedera sekunder akibat perdarahannya. Beberapa
patofisiologi stroke hemoragik:
1)
Perdarahan intraserebral hipertensif
Penelitian
patologi menunjukkan bahwa perdarahan intra serebral (PIS) hipertensif
berhubungan dengan lipohialinosis. Lipohialinosis adalah infiltrasi lipid ke
tunika media dari arteri perforata ukuran kecil sampai sedang (Ø 60-150 µm).
Arteri menjadi kurang elastis sehingga lebih rentan untuk ruptur akibat
peningkatan tekanan intravaskuler akut.
Lipohialinosis
timbul akibat hipertensi jangka panjang. Aneurisma millier atau mikroaneurisma
(aneurisma Charcot-Bouchard) juga ditemukan pada vaskulopati hipertensi, walau
sering ditemukan bukan sebagai sumber perdarahan (Butcher, et al., 2005).
2)
Angiopati amiloid serebral
Angiopati
amiloid serebral (cerebral amyloid angiopathy-CCA) merupakan hasil deposisi
protein β-amyloid yang tidak larut dalam air dalam tunika media dan adventisia
arteri, arteriol, dan kapiler leptomeningeal dan kortikal. β-amyloid
menggantikan otot polos tunika media, membuat arteri kurang bereaksi. Adanya
amiloid dalam pembuluh darah meningkat secara eksponensial dengan usia.
Pemeriksaan serial otopsi menunjukkan CAA mempengaruhi pembuluh darah kortikal.
Hipertensi merupakan faktor risiko yang bersama faktor risiko lainnya mengakibatkan
pecahnya pembuluh darah. Stroke hemoragik berulang mengindikasikan adanya
angiopati amiloid (Butcher, et al., 2005).
3)
Evolusi hematoma akut
Saat
terjadi ruptur arteri yang patologis, darah akan keluar ke parenkim otak
sekitarnya. Darah akan mendiseksi permukaan jaringan, menekan struktur yang
berdekatan. Dahulu, pembentukan hematoma dianggap terjadi cepat dan ekspansi
berhenti dalam beberapa menit.
Pembesaran
selanjutnya dibatasi oleh tekanan kompartemen intrakranial yang meningkat.
Namun, dengan melakukan pencitraan serial didapatkan 20-38% hematoma PIS akan
membesar dalam 36 jam setelah awitan. Hematoma lebih besar dari 25 cm3 mungkin
akan membesar dalam 6 jam setelah awitan (Butcher at.all, 2002).
4)
Cedera sekunder
Terdapat
semakin banyak bukti bahwa daerah sekitar hematoma mengalami kompromi bukan
hanya karena efek masa. Daerah hipodens dapat terlihat pada sebagaian besar
pemindaian CT stroke hemoragik subakut. Pada gambaran MRI didapatkan tepi
hiperintens yang menunjukkan adanya edema. Namun, belum jelas edema yang
terjadi adalah vasogenik atau sitotoksik. Edema sitotoksik terjadi karena iskemia,
yang terjadi akibat kompresi mikrosirkulasi intraparenkimal atau akibat
vasokonstriksi pembuluh darah akibat pelepasan metabolit oleh hematoma. Selain
itu juga terjadi kerusakan otoregulasi otak akibat tinggi tekanan intrakranial
yang mengkibatkan edema vasogenik (Sugawara, et al., 2005).
5)
Mekanisme kematian sel
Data
klinis dan eksperimental menunjukkan pelepasan glutamat dan eksitotoksisitas
pada daerah perihematomal. Kadar glutamat serum yang meningkat berhubungan
dengan keluaran yang lebih buruk. Kadar glutamat juga berhubungan bermakna
dengan volume kavitas residu hematoma setelah 3 bulan. Kadar molekul
proinflamasi seperti tumor necrosis factror-α dan interlukin-6 juga meningkat,
dan berhubungan bermakna dengan volume hipodensitas perihematomal CT scan
subakut.
Iskemia
bukan merupakan faktor mayor pada stroke hemoragik berdasarkan penelitian model
binatang dan pencitraan klinis. Sebaliknya, protein yang terlibat dalam formasi
dan retraksi bekuan memberikan efek toksik terhadap jaringan sekitarnya. Pada
penderita dengan gangguan formasi bekuan seperti pemberian heparin atau
trombolisis, sering kali tidak ditemukan hematoma (Butcher, et al., 2005).
► Diagnosa Stroke
Diagnosis
stroke dapat ditegakkan berdasarkan perjalanan penyakit dan hasil pemeriksaan
fisik. Pemeriksaan fisik membantu menentukan lokasi kerusakan pada otak. Selain
pemeriksaan fisik untuk melengkapinya dilakukan pemeriksaan penunjang yang
meliputi Computed Tomography (CT) Scan sebagai standar emas dan Magnetic
Resonance Imaging (MRI). Selain itu juga dilakukan angiografi untuk
mengevaluasi susunan pembuluh darah serebral melalui kapilaroskopi atau
fluoroskopi.
Bila
tidak memungkinkan untuk dilaksanakan pemeriksaan CT Scan atau MRI, maka
dipakai Sisiraj Stroke Score (SSS) yang didapatkan dari:
(2,5
x derajat kesadaran) + (2 x vomitus) + (2 x nyeri kepala) + (0,1 x tekanan
diastolik) + (3 x petanda ateroma) – 12
Dengan
keterangan:
Derajat
kesadaran (0 = kompos mentis, 1 = somnolen, 2 = sopor/koma)
Vomitus
(0 = tidak ada, 1 = ada)
Nyeri
kepala (0 = tidak ada, 1 = ada)
Ateroma
(0 = tidak ada, 1 = salah satu atau lebih: Diabetes, angina, penyakit pembuluh
darah)
Dari
skor total jika skor >1 maka perdarahan supratentorial dan jika skor <1 font="" infark="" maka="" nbsp="" serebri="">(Soertidewi, 2007).1>
► Tanda dan Gejala Stroke
Manifestasi
stroke dibagi menjadi 2 jenis, yaitu pertama terkait dengan gejala awal
berdasarkan etiologi dan kedua berupa beberapa defisit spesifik setelah terjadi
stroke. Manifestasi dari stroke iskemik dapat berupa hemiparesis, kehilangan
fungsi bicara, dan kehilangan kemampuan sensorik. Manifestasi dari stroke
iskemik trombosis dapat terjadi dalam beberapa menit, jam dan hari. Ciri dari
jenis ini adalah onsetnya yang lambat yang tergantung dengan ukuran trombus dan
hasil sumbatan apakah parsial atau total dari pembuluh darah yang dipengaruhi.
Berbeda
sekali dengan stroke iskemik trombosis, pada stroke emboli manifestasinya
terjadi secara tiba-tiba dan tanpa adanya tanda peringatan awal. Stroke
hemoragik terjadi sangat cepat dengan manifestasi yang berkembang dalam
beberapa menit hingga jam. Manifestasi umumnya adalah sakit kepala hebat pada
daerah oksipital, vertigo, syncope, parestesis, kelumpuhan, dan perdarahan
retina mata.
Manifestasi
stroke yang berupa defisit spesifik tergantung dengan penyebab dan area dari
otak yang terganggu perfusinya. Arteri serebral media adalah tempat paling
sering yang terjadi stroke iskemik. Defisit yang terjadi juga dipengaruhi
apakah mengenai sisi tubuh yang dominan atau tidak. Derajat defisit juga sangat
bervariasi mulai dari gangguan ringan hingga kehilangan kemampuan fungsional
yang serius.
1)
Kehilangan fungsi motorik
Manifestasi
klinis dari stroke pada fungsi motorik yang biasa terjadi berupa hemiparesis (kelemahan)
atau hemiplegic (kelumpuhan) pada satu sisi tubuh. Defisit ini terjadi biasanya
disebabkan adanya gangguan pada arteri anterior atau media yang menyebabkan
infark pada jalur motorik di korteks bagian frontal. Jika kelumpuhan total
terjadi maka defisit motorik akan terjadi pula pada muka, lidah, lengan dan
kaki. Infark pada hemisfer kanan menyebabkan hemiplegi pada sisi tubuh bagian
kiri karena terjadi persilangan serabut syaraf pada traktus piramidal dari otak
ke syaraf tulang belakang.
2)
Kehilangan komunikasi
Gangguan
dari fungsi komunikasi dapat berupa afasia (gangguan dalam kemampuan untuk
komunikasi). Afasia melibatkan semua aspek komunikasi berupa bicara, membaca,
menulis dan memahami bahasa pembicaraan. Ada beberapa jenis afasia meliputi:
afasia wernick (gangguan dalam memahami kata-kata) sebagai akibat dari adanya
infark pada lobus temporal, afasia broca (gangguan dalam mengekspresikan kata-kata)
sebagai akibat dari adanya infark pada lobus frontal, afasia global (gangguan
dalam memahami dan mengekspresikan kata).
Selain
afasia, gangguan fungsi komunikasi berupa disartria. Pasien dengan disartria
dapat memahami bahasa tetapi sulit untuk mengucapkan kata tapi tidak ada
gangguan dalam penyusunan kata menjadi kalimat.
3)
Gangguan sensori
Gangguan
fungsi sensori terjadi ketika ada jalur sensorik terganggu karena ketidakadekuatan
pada arteri anterior dan media. Defisit yang terjadi bersifat kontralateral
yakni selalu pada sisi yang berlawan dengan sisi otak yang mengalami gangguan.
Gangguan fungsi sensori dapat berupa hemisensory loss (kehilangan sensasi satu
sisi tubuh); parasthesia (adanya sensasi panas atau nyeri yang menetap, merasa
berat, mati rasa, gatal-gatal); proprioception (kemampuan untuk mengkoordinasikan
bagian-bagian tubuh dengan lingkungan eksternal mengalami gangguan).
4)
Gangguan fungsi prilaku dan emosional
Perubahan
prilaku pasca stroke tergantung dari area otak yang mengalami gangguan. Pasien
dengan stroke pada otak kiri atau hemisfer dominan maka prilakunya lambat,
berhati-hati dan tidak terorganisasi. Jika yang terjadi gangguan pada otak
kanan atau hemisfer nondominan biasanya prilakunya impulsif, menurunnya
perhatian, dan kurang mempertimbangkan risiko. Jika gangguan terjadi ada lobus
frontal maka terjadi gangguan dalam memori, pengambilan keputusan, berpikir
abstrak dan emosional.
5)
Disfungsi kandung kemih
Stroke
dapat menyebabkan gangguan pada fungsi kandung kemih dan pencernaan. Gangguan
ini terjadi ketika syaraf di kandung kemih mengirimkan impuls ke otak untuk
memberikan informasi tentang kandung kemih telah terisi urin, tapi karena
terjadi gangguan pada otak maka hal ini terjadi gangguan berkemih. Gangguan
tersebut dapat berupa frequency, urgency, dan incontinence. Lama dan tingkat
keparahan tergantung dari luas dan lokasi dari area otak yang infark.
► Penatalaksanaan Stroke
Penatalaksanaan
stroke dapat dibagi menjadi dua fase yaitu fase akut dan fase pasca akut. Fase
akut stroke ditandai dengan keadaan medis yang umumnya belum stabil sedangkan
lesi patologik sudah mulai pulih (Ahmad, 2007). Selama fase ini tindakan keperawatan
ditujukan untuk mempertahankan fungsi vital pasien (life saving) dan
memfasilitasi perbaikan neuron. Kualitas layanan yang diberikan sangat
berpengaruh terhadap keberhasilan dalam mencegah terjadinya komplikasi dan
kecacatan.
Tindakan
keperawatan yang dapat dilakukan pada fase akut dapat berupa:
(a)
Mempertahankan jalan nafas, memberikan oksigen, dan mengatur posisi pasien;
(b)
Membersihkan lendir dan jalan nafas dan melakukan suction bila perlu;
(c)
Memonitor fungsi nafas, mengecek analisa gas darah, mengobservasi gerakan dada;
(d)
Mengkaji tanda vital secara periodik sesuai kondisi pasien;
(e)
Mengkaji status neurologik secara periodik: GCS, pupil, fungsi motorik dan
sensorik, fungsi saraf kranial, dan reflek;
(f)
Memonitor keseimbangan cairan dan elektrolit;
(g)
Mengecek kembali pemeriksaan penunjang yang lain;
(h)
Melakukan pencegahan kejang bila perlu; dan
(i)
Mengkaji kemampuan menelan pasien.
Penatalaksanaan
fase pasca akut dilakukan jika kondisi pasien telah stabil (keadaan
kegawadaruratan telah lewat) dan fungsi otak masih dalam taraf pemulihan.
Penatalaksanaan perawatan ditujukan untuk mempertahankan fungsi tubuh dan
mencegah komplikasi. Rehabilitasi pasien harus dilakukan sedini mungkin. Pada
fase ini perawat harus mengkaji dan memonitor kemungkinan timbulnya peningkatan
tekanan intrakranial yang disebabkan oleh edema, hematoma, dan hidrosefalus.
Tindakan
keperawatan yang dapat dilakukan dalam fase pasca akut sebagai berikut: (Mulyatsih, 2007)
(a)
Melakukan perawatan kebersihan secara rutin;
(b)
Memonitor tanda vital, status neurologis, dan fungsi kognisi secara teratur;
(c)
Melibatkan pasien dalam perawatan diri sesuai kemampuan pasien;
(d)
Melakukan ROM pasien tiga sampai empat kali sehari;
(e)
Melakukan perawatan kulit setiap empat jam dan memperhatikan adanya kemerahan
atau iritasi;
(f)
Melakukan perubahan posisi setiap dua jam, ganjal lengan dan tungkai yang lemah
dengan bantal;
(g)
Memperhatikan kebersihan jalan nafas dan menganjurkan pasien batuk efektif jika
sadar;
(h)
Melakukan fisioterapi dada;
(i)
Mengenakan stocking elastik bila perlu ke pasien;
(j)
Memonitor fungsi bowel;
(k)
Memonitor keseimbangan cairan dan elektrolit;
(l)
Melepaskan kateter urin seawal mungkin dan memberikan latihan bladder training;
(m)
Mengkaji kemampuan menelan, bicara dan berbahasa;
(n)
Menyesuaikan teknik komunikasi dengan kemampuan pasien dengan menjelaskan
setiap prosedur yang akan dilakukan;
(o)
Mengorientasikan pasien menggunakan kalender, radio, foto keluarga;
(p)
Mengevaluasi visus dan lapang pandang;
(q)
Memberikan perawatan mata jika perlu;
(r)
Melakukan pencegahan kejang jika perlu;
(s)
Mengobservasi adanya komplikasi misalnya pneumonia, emboli paru, dan infark
miokard; serta
(t)
Memonitor dan identifikasi penyakit penyerta misalnya DM, obesitas dan
hipertensi.
Kamu punya blog atau punya akses untuk mengelola blog milik instansi tertentu (dinas, puskesmas, RS, universitas, dll)?
dan kamu mau PULSA GRATIS?
Buat artikel yang terkait dg artikel ini atau artikel lain di blog ini, lalu cantumkan URL artikelnya pada artikel kamu sebagai tambahan bacaan. Artikelnya gak perlu panjang-panjang kok, minimal 200 kata sudah boleh. Kalo kamu ada artikel lama yang tinggal diedit untuk ditambahkan URL artikel kami, itu lebih bagus lagi ^_^
Setelah kamu ada artikelnya, beritahu kami dengan cara kirim pesan kepada kami langsung dari menu "Hubungi kami" yang berisi nama kamu, nomor HP, dan URL artikel yang kamu buat.
Kami akan menyeleksi peserta yang memenuhi syarat lalu secara acak akan memilih peserta yang beruntung setiap bulannya untuk mendapatkan pulsa gratis sebesar Rp 20.000,-
Yuk, ikutan! kapan lagi bisa dapat pulsa gratis dengan mudah, hehe :D
Untuk mengirim pesan dan jika ada pertanyaan, hubungi kami disini >> http://www.sainsphd.com/p/hubungi-kami.html
Title : Stroke: Definisi, Patofisiologi, Diagnosa, Gejala, dan Penatalaksanaan
URL : https://sains-phd.blogspot.com/2017/01/stroke-definisi-patofisiologi-tanda-gejala-penatalaksanaan.html
dan kamu mau PULSA GRATIS?
Buat artikel yang terkait dg artikel ini atau artikel lain di blog ini, lalu cantumkan URL artikelnya pada artikel kamu sebagai tambahan bacaan. Artikelnya gak perlu panjang-panjang kok, minimal 200 kata sudah boleh. Kalo kamu ada artikel lama yang tinggal diedit untuk ditambahkan URL artikel kami, itu lebih bagus lagi ^_^
Setelah kamu ada artikelnya, beritahu kami dengan cara kirim pesan kepada kami langsung dari menu "Hubungi kami" yang berisi nama kamu, nomor HP, dan URL artikel yang kamu buat.
Kami akan menyeleksi peserta yang memenuhi syarat lalu secara acak akan memilih peserta yang beruntung setiap bulannya untuk mendapatkan pulsa gratis sebesar Rp 20.000,-
Yuk, ikutan! kapan lagi bisa dapat pulsa gratis dengan mudah, hehe :D
Untuk mengirim pesan dan jika ada pertanyaan, hubungi kami disini >> http://www.sainsphd.com/p/hubungi-kami.html
Title : Stroke: Definisi, Patofisiologi, Diagnosa, Gejala, dan Penatalaksanaan
URL : https://sains-phd.blogspot.com/2017/01/stroke-definisi-patofisiologi-tanda-gejala-penatalaksanaan.html
2 komentar
komentarini sumbernya dari mana ya kalau boleh tau?
ReplyHai Grace :)
ReplyArtikel sudah diperbarui dg referensi, utk referensi / daftar pustaka selengkapnya silahkan share terlebih dahulu artikel ini lalu cantumkan email agar kami bisa mengirimkan file daftar pustaka lengkapnya.
Terima kasih..